Culture , Globalisasi, Mediation
by
William Mazzarella
Oleh Akhmad Ali
Pertemuan hari ini akan mencoba membahas
sebuah tema tentang globalisasi, dimana sebelumnya terdapat dalam sebuah studi di media dan budaya. Adanya sebuah kelemahan dalam pembahasan
yaitu kebuntuan terhadap sebuah substansi dan essensialis dalam sebuah model
budaya.
Pada pertemuan hari ini kami akan
mengeksplorasi hubungan antara sebuah proposisi
1. Globalisasi harus mendorong seorang antropolog
untuk berpikir hati-hati tidak saja tentang media. Namun umum, mediasi sebagai
konstitutif dalam proses sosial.
2. Budaya politik dari globalisasi, serta
melibatkan sebuah hubungan yang bertentangan dengan mediasi.
3. Adanya sebuah ketegangan yang bergulat
didalamnya, sehingga akan membingungkan konsep budaya.
4. Etnografi kritis sebagai sebuah alat untuk
politik globalisasi untuk mediasi , disini nilai sering di produksi dan
diperebutkan dalam budaya.
Sebuah media adalah kerangka material, bisa
digunakan dalam membatasi dan menghimpun sosial.
Disamping itu media sebagai tekhnologi dan membuat
masyarakat dapat dibayangkan sebagai bentuk representasi.
Introduction
Mediasi adalah sebuah proses yang kemudian
diberikan serta memproduksi dan mereproduksi secara social dalam dirinya
sendiri melalui media.
Banyak yang mengatakan globalisasi adalah
kemunculan dari kekecewaan modernis.
Marx and Angel mengatakan famous phrase, “All that is solid melts into air.” Dan ini
sebuah analitis yang berbeda.
SOMETHING HAPPENED
By the early 1990s, many anthropologists,
responding to the globalist provocation, found a path back to ethnography by
studying what Appadurai (1996) has called “the production of locality”—that is,
our informants’ habitual (and not so habitual) practices of representing
culture. Drs. Clifford, Marcus, and Fischer had prescribed greater reflexivity.
Hal ini etnografi kritis muncul karena adanya
sebuah hubungan antara media dan budaya.
Dalam hal ini memunculkan adanya tuntutan untuk
memahami sebuah interaksi yang kompleks yang melibatkan media dalam hal
reproduksi sosial.
Sebuah dunia setelah globalisasi adanya sebuah
kebudayaan yang berserakan, sehingga Appudurai menulis Appadurai
writes of a new generaliz`ed “culturalism,” Poster (2001) menyatakan budaya
sekarang ini telah menjadi sebuah masalah bagi semua orang.
Tomlinson (1997) menungkapkan bahwa
globalisasi mengungkapkan pula masalah poliyik dan konsepsi dari sebuah asumsi
sebenarnya budaya.
Namun selain antropologi sebuah hal
baru sseperti teori dari gejala sosial,
di linguistik, simbolik atau postmodern hal ini dinamakan fase kapitalisme
(Lyotard)
Banyak para antropolog atau sarjana
menyatakan adanya sebuah wacana yang berhubungan globalisasi dan budaya
sendiri. Dan semuanya menjadikan sarana infrastruktur dan sebuah tanda( Barker,
1997)
Disini saya menemukan sebuah serta
mengebangkan beberapa pemikiran umum tentang media dan mediasi sebagai objek
penelitian etnografi sendiri. Sebuah pemikiran sebagai antropolog yang baik
serta untuk menggerakan kita dari kebuntuan intelektual.
Appadurai (1996), for example, highlights
the disorienting “disjunctures” between
conceptual entities , economy, politics, culture, whose stability and
mutual determinations models .
Sebuah keyataan bahwa tehnologi adanya hubungan
erat terkait dengan profesionalsime, kepentingan politik, dan ekonomi yang
semuanya memobilisasi serta mengatur media global(globalisasi). Dan hal ini
adanya sebuah kapitalisasi yang membedakan budaya, karena diproduksi, dikelola
secara global(dibentuk)
Locality , Proximity , Hybridity
Bagaimana kita mensubstantialiskan budaya,
bagaimana kita membayangkan sebuah analisis lokal dan media. Media massa adalah
adalah sebuah alat yang telah dibentuk oleh dunia local.
Local disini merupakan sebuah pandangan yang
terdiri dari beberapa nilai budaya dan praktek yang kemudian media harus bisa
beradaptasi agar dapat menarik penonton. Adakalanya pula media bisa dipahami
sebagai dampak dari dunia lokal baik bersifar manfaat bahkan merusak.
Adanya sebuah proses ritual tradisional
misalnya ditayangkan di media. Tentunya ini adalah sudah dilakukan sebuah
mediasi dengan sebuah mekanisme dan objektifikasi serta penerjemahannya. Dan
disini terjadi sebuah pertemuan antara Budaya dan Media.
Contoh . adaptasi lokal dari global beredar
seperti jenis hiburan, sinetron, talk show dan berita (Abu Lughod 1995)
Film Oshin misalnya cocok di Negara Jepang ,
tapi oshin tidak cocok di Iran.
Hybriditas adalah sebuah momok dikarenakan pada
globalisasi ajakan kompleksitas seperti
dirancang untuk memungkinkan adanya sebuah pengambilan tradisional ke modern.
Disini etnografer dapat beribicara untuk dijadikan sebagai mediasi sekaligus
dapat mengenali perbedaan konstitutif reprodusksi sosial.
Mediation And Media
Mediasi itu memproduksi dan mereproduksi
konfigurasi dari jarak dekat. Pemahaman pada diri sendiri melalu sebuah
impersonal. pemahaman aktualitas didasarkan politik budaya. Dengan mengambil
proses sosial yang diberikan mediasi sebagai praktis politik, etnografis
berbicara, untuk menghadiri ke tempat-tempat mediasi, tempat di mana kami
datang untuk menjadi diri kita melalui jalan memutar dari sesuatu yang asing
untuk diri kita sendiri, tempat di mana kita mengenali perbedaan itu sekaligus
konstitutif
Studi Globalisasi, bertentangan
dengan superficial, mengumumkan tidak akhir budaya maupun akhir perbedaan.
Sebaliknya, mereka mengingatkan kita bahwa budaya adalah efek dari proses
sosial mediasi bahwa proses mediasi selalu bergulat dengan indeterminacies
internal maupun eksternal provokasi, dan bahwa pelaku sosial sadar atau tidak
sadar mencoba untuk mengelola atau memperbaikinya minacies indeter dan
provokasi melalui skema tereifikasi identitas budaya dan perbedaan budaya.
Bahwa seperti "memperbaiki" sekaligus penting dan mungkin merupakan
salah satu aturan dasar dari politik budaya.
Mediasi memproduksi dan
mereproduksi configurations , sebuah pemahaman lebih jauh tentang mediasi
dipahami tentang bergantung pada pribadinya. Dari dekat sebuah dialektik adanya
keterlibatan dan keterasingan yang melekat pada budaya politik itu sendiri. Dan
ini bukanlah sebuah teori yang esensial atau sebuah issu.
0 komentar:
Posting Komentar