Pengertian Subkultur
Kata ‘kultur’ dalam subkultur menunjuk
pada keseluruhan cara hidup yang bisa dimengerti oleh para anggotanya. Kata
‘sub’ mempunyai arti konotasi yang khusus dan perbedaan dari kebudayaan dominan
atau mainstream. Menurut Fitrah Hamdani dalam Zaelani Tammaka (2007:164)
“Subkultur adalah gejala budaya dalam masyarakat industri maju yang umumnya
terbentuk berdasarkan usia dan kelas. Secara simbolis diekspresikan dalam
bentuk penciptaan gaya (style) dan bukan hanya merupakan penentangan terhadap
hegemoni atau jalan keluar dari suatu ketegangan sosial”. Subkultur lebih jauh
menjadi bagian dari ruang bagi penganutnya untuk membentuk identitas yang
memberikan otonomi dalam suatu tatanan sosial masyarakat industri yang semakin
kaku dan kabur. Secara sosiologis, sebuah subkultur adalah sekelompok orang
yang memiliki perilaku dan kepercayaan yang berbeda dengan kebudayaan induk
mereka. Subkultur dapat terjadi karena perbedaan usia anggotanya, ras,
etnisitas, kelas sosial, dan/atau gender, dan dapat pula terjadi karena
perbedaan aesthetik, religi, politik, dan seksual; atau kombinasi dari
faktor-faktor tersebut. Anggota dari suatu subkultur biasanya menunjukan
keanggotaan mereka dengan gaya hidup atau simbol-simbol tertentu. Karenanya,
studi subkultur seringkali memasukan studi tentang simbolisme (pakaian, musik
dan perilaku anggota sub kebudayaan) dan bagaimana simbol tersebut
diinterpretasikan oleh kebudayaan induknya dalam pembelajarannya. Secara
harfiah, subkultur terdiri dari dua kata. Sub yang berarti bagian, sebagian dan
kultur kebiasaan dan pembiasaan. Tapi secara konseptual, subkultur adalah
sebuah gerakan atau kegiatan atau kelakuan (kolektif) atau bagian dari kultur
yang besar. Yang biasanya digunakan sebagai bentuk perlawanan akan kultur mainstream
tersebut. Bisa berupa perlawanan akan apa saja; agama, negara, institusi,
musik, gaya hidup dan segala yang dianggap mainstream.
Konsep Subkultur dalam Masyarakat
Konsep subkultur adalah suatu konsep yang
terus bergerak yang bersifat konstitutif bagi objek studinya. Ia adalah suatu
terminologi klasifikaoris yang mencoba memetakan dunia sosial dalam suatu
tindakan representasi. Subkultur tidak hadir sebagai suatu objek autentik,
melainkan dikemukakan oleh para teoritisi subkultur. Kebudayaan adalah subkultur
mengacu kepada seluruh cara hidup atau peta makna yang menjadikan dunia ini
mudah dipahami oleh anggotanya. Kata “sub” mengandung konotasi suatu kondisi
yang khas dan berbeda dibandingkan dengan masyarakat dominan atau mainstream.
Atribut yang mendefinisikan subkultur,
pada gilirannya terletak pada bagaimana akses diletakkan pada perbedaan antara
kelompok kultural atau sosial tertentu dengan kebudayaan ataumasyarakat yang
lebih luas. Titik berat diletakkan pada variasi dari kolektifitas yang lebih
luas yang diposisikan secara sama, namun tidak problematis, sebagai sesuatu
yang norma, rata-rata dan dominan. Subkultur dengan kata alain dipandang rendah
atau menikmati satu kesadaran tentang perbedaan. Menurut Thornton, opengertian
penting dari awalan “sub” adalah lapis bawah atau bawah tanah. Subkultur
dipandang sebagai ruang bagi budaya menyimpang untuk menasosiasikan ulang
posisi mereka atau untuk meraih tempat bagi dirinya sendiri. Sehingga
kebanyakan teori subkultur terkait dengan perlawanan semakin kentara.
Kebanyakan kita menganggap dan mengidentikkan subkultur dengan suatu kegiatan
yang sifatnya negatif. Padahal, kalau kita tahu dan sadar akan arti dan tujuan
kata tersebut, subkultur tidak selalu ditujukan untuk hal yang negatif.
Menurut Mazhab Chicago mengeksplorasi
penyimpangan remaja sebagai serangkaian perilaku kolektif yang dikelola di
dalam dan melalui nilai kelas subkultur. Perilaku anak muda yang mengganggu
kepentingan umum dipahami bukan sebagai patologi individual, atau sebagai
akibat dari anak muda yang tak terbedakan, namun sebagai solusi praktis
kolektif terhadap masalah kelas yang muncul secara struktural. Para teoretisi
kultural studies setuju bahwa anak muda tidak seharusnya dipahami sebagai
kelompok homoigen agar perbedaan kelas dan artikulasi mereka denghan nilai –
nilai kultural mainstream dan nilai – nila kultural dominan dapat dipahami.
Subkultur dilihat sebagai solusi ajaib atau simbolis atas persoalan struktural
kelas. Chicago School mengidentifikasi bahwa reaksi subkultur lahir bukan
sebagai fenomena reaksi individual tetapi reaksi kelompok terhadap problem
kelas. Penolakan terjadi pada kaum kelas pekerja terhadap kelompok kelas
menengah. Dalam model pembagian seperti ini, keadaan kesejahteraan sosial dan
ekonomi dinilai sangat tidak adil. Kelompok yang merasa dirugikan, karena
kondisi struktur cipataan sangat berperan menyebabkan kondisi ini, berusaha
dengan keterbatasan yang ada tetap ingin dapat menikmati hidup dengan cara
melakukan redefinisi budaya atau menjadi subkultur agar terasa lebih nyaman.
Subkultur memunculkan suatu upaya untuk
mengatasi masalah – masalah yang di alami secara kolektif yang muncul dari
kontradiksi berbagai struktur sosial. Seubkultur membentuk suatu bentuk
identitas kolektif dimana identitas individu bisa diperoleh diluar identitas
yang melekat pada kelas, pendidikan dan pekerjaan. Menurut Brake ada lima
fungsi yang bisa di mainkan subkultur bagi para anggotanya diantaranya yaitu :
a. Menyediakan suatu solusi atas berbagai
masalah sosio ekonomi dan struktural.
b. Menawarkan suatu bentuk identitas
kolektif yang berbeda dari sekolah dan kerja.
c. Memperoleh suatu ruang bagi pengalaman
dan gambarab alternatif realitas sosial.
d. Menyediakan berebagai aktifitas hiburan
bermakna yang bertentangan dengan sekolah dan kerja
Contoh – contoh Subkultur
- Geng
Motor
Willis berpendapat bahwa geromolan seperda
motor, kebisisngan pengendara yang selalu melaju mengekspresikan kebudayaan
nilai dan identitas geng motor. Soliditas , daya tangkap, kekuatan sepeda motor
cocok dengan sifat nyata dan penuh percaya diri dari dunia anak – anak muda
anggota geng motor. Sepeda motor menegaskan komitmen para anggotanya oleh
terhadap hal – hal yang bersifat fisik , ketangguhan dan kekuatan sehingga
kejutan dari akselerasi motor agresifitas dari orang – orang yang tak mengenal
rasa takut cocok dan menyimbolkan kekuatan maskulin, eratnya persahabatan
kekerasan bahasa, dan gaya interaksi sosial mereka.
Menurut Willis subkultur melakukan
berbagai kritik penting dan mengemukakan sejumlah pandangan tentang kapitalisme
kontemporer dan kebudayaannya. Cara anak – anak pengendara sepeda motor itu
dalam menjinakkan brutalnya teknologi demi mencapai tujuan manusia secara
simbolis menunjukkan kepada kita teror teknologi raksasa kapitalisme. Dia mengekspresikan
alienasi dan banyaknya kerugian yang diderita pada skala manusia. Karya
subkultur yang krteatif , ekspresif, dan simbolis bisa dibaca sebagai bentuk
perlawanan.
- Gaya
Punk
Menurut Hebdige , gaya adalah praktik
signifikasi yang pada kasus subkultur hura – hura menjadi tampilan penuh
rekayasa.Melalaui signifikasi perbedaan gaya membentuk identitas kelompok.
British punk adalah contoh favorit Hebdige dia menyatakan bahwa punk bukan
hanya merupakan respon atas krisis kemunduran Inggris yang termanifestasi dalam
pengangguran, kemiskina, dan berubahnya standar moral. Gaya punk adalah
ekspresi kemarahan dan frustasi yang melekat pada satu bahasa yang umumnya ada
namun sekarang dimaknai sebagai gejala dari sekumpulan masalah kontemporer.
Gaya punk pada dasarnya adalah cara
pemaknaan terpisah, sadar diri dan ironis. Sebagaimana bricolage yang
memaknai kebisingan dan kekacauan pada setiap level gaya punk ditata dengan
penuh makna. Punk adalah satu gaya memberontak yang menciptakan perpaduan
pembangkangan dengan karakter abnormal seperti piercing, binlainers, rambut
yang diwarnai, baju yang di corat – coret , dan iconografifetitisme seksual,
stocking yang berlubang lubang dan lain – lain. Melalui tarian yang tak
teratur, bunyi yang kacau lirik yang tidak terarah, bahasa yang ofensif dan
coret – coretan anarkis. Gerakan punk memandang kemapanan sebagai bahaya sosial
karena berpotensi membatasi kebebasan berpikir, mencegah orang-orang untuk
melihat sesuatu yang benar di masyarakat, dan sebaliknya memaksa mereka untuk
menuruti kehendak kekuasaan. Oleh karena itu lah punk sejatinya merupakan
semangat anti-kemapanan. Gerakan punk bukanlah sekadar ihwal musik dan
penampilan, melainkan pola pikir (state of mind).
Sebagai subkultur, Dick Hebdige (1999:192) memandang punk masa kini tengah menghadapi dua bentuk perubahan yaitu:
Sebagai subkultur, Dick Hebdige (1999:192) memandang punk masa kini tengah menghadapi dua bentuk perubahan yaitu:
1. Bentuk komoditas
Dalam segi ini, atribut dan seluruh
aksesoris yang dipakai oleh subkultur punk telah dimanfaatkan oleh industri
sebagai barang dagangan yang didistribusikan kepada konsumen untuk mendapatkan
keuntungan. Atribut dan aksesoris punk yang dulu hanya dipakai oleh anak punk
sebagai simbol identitas, kini dapat diperoleh dengan mudah di toko-toko
jalanan yang menjual aksesoris punk dan dikonsumsi oleh umum. Seperti yang
diungkapkan oleh Fox-Genovese dalam Malcolm Barnard (1996:187) “Adopsi gaya
punk oleh toko-toko fashion High Street adalah ironi yang menyakitkan”. Barang
yang awalnya berfungsi sebagai identitas bagi anak punk, kini telah berubah
menjadi barang komoditas yang dimanfaatkan oleh pasar untuk mencari keuntungan.
2. Bentuk ideologis
Dari segi ideologis punk merupakan
ideologi yang mencakup aspek sosial dan politik. Ideologi mereka dahulu sering
dikaitkan dengan perilaku-perilaku menyimpang yang dilakukan oleh anak punk. Berbagai
perilaku punk yang dianggap menyimpang, telah didokumentasikan dalam media
massa sehingga membuat identitas punk dibalik aksesoris yang melekat di
tubuhnya dipandang sebagai seorang yang berbahaya dan berandalan.
Punk sebagai subkultur telah membentuk bangunan budaya baru yang berbeda dengan budaya mainstream yang dianut oleh kaum muda sejak awal kemunculan di Inggris hingga perkembangannya sampai sekarang. Nilai-nilai yang menjadi substansi punk sebagai subkultur tetap diyakini oleh anggotanya. Walaupun punk telah berganti generasi, tetapi sebagai sebuah subkultur nilai-nilai dan eksistensi punk masih dipertahankan hingga sekarang.
Punk sebagai subkultur telah membentuk bangunan budaya baru yang berbeda dengan budaya mainstream yang dianut oleh kaum muda sejak awal kemunculan di Inggris hingga perkembangannya sampai sekarang. Nilai-nilai yang menjadi substansi punk sebagai subkultur tetap diyakini oleh anggotanya. Walaupun punk telah berganti generasi, tetapi sebagai sebuah subkultur nilai-nilai dan eksistensi punk masih dipertahankan hingga sekarang.
0 komentar:
Posting Komentar