Kamis, 09 Mei 2013

Perempuan Dalam Layar Kaca


By : Akhmad Ali Hasyiem

Abstract : Pada artikel ini kami akan membahas sebuah catatan tentang Women on Media. Perempuan seperti kita ketahui secara bersama-sama adalah salah satu makhluk terindah merepresentasikan salah satu keindahan. Kemudian kita akan membahas tentang “ Media”  sebetulnya bagaimana, dan seperti apa media, serta peranan media itu sendiri sebenarnya apa. Lantas ada apa dibalik encoding and decoding jika kita mengambil dari apa yang dikataka oleh Stuart Hall dalam bukunya “ The Television Discourse , Enconding and Decoding.
Key Words : Media, Perempuan, kekuasaan, penonton,
Media
Media is a name that might give to the processes by which a given social dispensation produces and reproduces it self in through a particular set of media.......media telah menjadi sebuah alat utama dimana kita semua mengalami atau belajar mengenai banyak aspek mengenai dunia disekitar kita. Namun apa yang dilaporkan sebuah media untuk melaporkan suatu peristiwa dapat berbeda secara significan.
Sedangkan Stuart Hall di dalam buku Culture, Media, and Language( 1980) media for example is television communicative process as follows: the institutional structures of broadcasting, with their practices and networks of production, their organized relations and technical infrastructures, are required to produce a program. Disini ia menghubungkan enconding/ deconding lewat sebuah metafora produksi/konsumsi. Produksi adalah sebuah proses konstruksi sebuah pesan (message), lewati penerapan kode-kode tertentu (encoding) sebuah poses produksi yang melibatkan sebuah gagasa, makna, ideologi serta kode-kode sosial dalam sebuah masyarakat, kemudian tidak jarang pula memasukkan sebuah asumsi-asumsi yang dipruduce seperti moral, cultural , ekonomis, politik, atau spiritual, asumsi juga bisa berupa sebuah pesan tentang sebuah kebutuhan sehingga (pemirsa, pendengar, pembaca dan pemakai) memilikinya.

Dalam menyikapi sebuah pemaknaan dalam sebuah konsumsi juga dalam hal pembacaan kode, pesan dan makna dari sebuah teks dari media ini adalah adanaya(mediation) dalam sebuah proses sosial produksi. Artinya dalam masalah pengertian ini bahwa konsumen akan dihadapkan dengan sebuah tkes yang sama dihadapannya dengan sebuah produksi makna yang tentunga berbeda.

Hal ini kenapa saya adanya sebuah mediation dalam berhadapan antara sebuah teks diantara konsumen dan media? Disinilah ada yang dimaksud dengan producerl enconder tidak sama dengan received deconder, sebelum adanya producerl enconder dan received denconder telah ada sebuah mediation. Mediation then involves a dual relation “ a self of simultaneous self distancing and self-recognition (Mazzarella, Cuture, Globalization, and mediation 2004).

Perempuan

Romansa cinta Ahmad Fatonah yang dijalin dengan Maharani seorang mahasiswi,   Ayu azhari seorang artis mantan bom sex, serta seorang model cantik Vitalia Sesha seorang model dari majalah dewas( detik.com Rabu 8, Mei 2013) adakah sang tuan Ahmad Fathomah kini masih menyimpan putri-putri wanita cantik , yang sejatinya itu teman dekatnya? Atau kah justru Ahmad Fathonah menyediakan perempuan-perempuan cantiknya untuk anggota dewan dari partai (PKS)? Hanya waktu yang akan menjawabnya......

Narasi yang disampaikan diatas oleh penulis sengaja ditempatkan pada awal tulisan artikel kali ini. Sebab ini merupakan sebuah awal dari sebuah kasus yang sedang hangat di media baik cetak , electronik, virtual, maupun dalam obrolan di pojok warung pasar tradisional.

Namun begitulah adanya sebuah media, media adalah sebuah alat komunikasi yang pada dasarnya sebagian dari pada industri media sendiri, misalnya dalam kasus Ahmad Fathonah dengan gadis-gadis cantiknya bukan saja menjadi sebuah berita politik semata. Namun , telah berkembang kedalam sebuah infotainment.

Dalam kasus ini misalnya bagaimana sebuah media mencoba untuk mengkontruksikan sebuah realitaas bagi para pemirsa/penontonnya. Sejak pagi buta hingga bertemu dengan sore buta pemirsa/penonton dikepung oleh sebuah informasi entah itu bernama berita, infotainment atau pun gosip, yang intinya adalah bermuara pada media.

Lantas apa hubungannya dengan perempuan, wanita-wanita cantik yang bernama Maharani, Ayu Azhari dan Vitalia Sesha ini? Baik kita akan membahasnya secara bersama-sama. Tubuh perempuan sebagai objek dari sekian manusia begitu sangat dilihat oleh pihak (pemodal) yang kemudian tubuh perempuan tersebut diekspos sehingga menjadi sebuah keuntungan tersenidir bagi borjuis. Namun sebutlnya pada saat media memberitakan tentang wanita canitk seperti sebuah narasi diatas mislanya. Itu bukan lah sebuah pengartian yang statis(ajeg). Namun itu adalah sebuah ambiguitas dalam mengartikan sebuah pemaknaan.

Dalam kasus diatas misalnya dimana sebuah industri media bermain serta berkembang pesat sejauh pesawat apollo, sehingga tidak heran setelah pasca Orde Baru industri seperti mendapatkan anginsegar yang membawanya terbang tinggi. Sebuah persaingan pun semakin ketat antara industri.

Disini seorang wanita ketika tubuh menjadi sebuah komoditas dapat diperjualbelikan , seperti sebuah narasi diatas yang saya sampaikan. Hal ini media sangat jauh sekali dari sebuah keterpihakan terhadap perempuan, dan sebagai masyarakat pun tidak jarang mengatakan sangat mendukung peran media. Dalam hal ini perempuan sebetulnya menjadi sebuah korban. Implikasinya adalah : pertama, perempuan dan tubuhnya diharapkan untuk senantiasa berpenampilan cantik karena fokus pertama adalah estetika visual. Kedua , kecantikan menjadi syarat wajib membuat sebuah penilaian tubuh yang melibatkan seksual (Baudrillard, 197))

Dalam hal ini diperlukan saat kita mennton sebuah televisi, untuk menjadi seorang pemirsa yang aktiv, bukan pemirsa yang massive. Satu hal yang menarik dalam media adalah adanya tarik menarik kepentingan antara indsustri televisi, negara dan agama dalam mengartikan message yang disampaikan oleh media. Disatu sisi negara mengatur sebuah proses produksi, satu sisi juga agama mengatur demikian,

Kekuasaan
Isu kekuasaan tidak bisa dipungkiri dalam sebuah industri media dalam mengkonstruksi suatu realitas . apalagi seperti yang dikatakan oleh Foucault (2000) kekuasaan dilihat sebagai sebuah strategi yang kompleks dalam suatu masyarakat dengan mekanisme tertentu, maka penonjolan kekuatan lelaki atas perempuan yang menjadi menu utama kemudian disajikan dalam media indsutri selama ini,  seperti contoh misalnya kasus Fathonah diatas dimana seorang laki-laki fathonan tidak begitu diekspos tentang dirinya sementara Mahaarani dan Vithalia Sesha di ekpos terus menerus oleh media, sehingga masyarakat yang awalnya tidak mengetahui siapa Maharani, dan Vithalia Sesha sekarang justru masyarakat mengetahuinya.

dalam kasus selebritis atau pemberitaan diatas tamapak sekali ada sebuah konstruksi realitas atas perempuan khususnya selebiritis atau artis juga tampak menonjol menyangkut persoalan tubuh. Tubuh perempuan (artis) sangat dibutuhkan oleh media senidiri untuk sebuah proses sodsial dan kelangsungan ekonomi. Tubuh perempuan dijadikan daya tarik sendiri untuk menjual sebuah komoditas, yang oleh media dalam hal ini juga pengusaha dianggap sebagai nafas kehidupan.

Penonton
Pada dasarnya penonton tidaklah sepasif seperti itu didepan media, bahkan penonton sebetulnya bisa aktif serta mencoba untuk memproses encoding dan decoding. Memang seharusnya penonton menerjemahkan teks-teks itu sehingga penonton diasumsikan seorang yang aktif.




Conclusion
Dengan demikian media memang ada sebuah pesan tersembunyi dalam sebuah penyampaiannya , kemudia disaat media bersatu dengan konglomerasi kapitalis. Maka media akan menjadikan khususnya perempuan untuk dijadikan alat komoditas agar dapat diterima oleh sebuah proses sosial. Perempuan sekarang justru saat menonton televisi, speerti sinetron, infoitaiment, iklan, mereka cenderung passive. Perempuan pelaku derita tanpa daya, bahkan tiada duanya atau tandingan sehingga perempuan sebagai sumber dendam hingga tidak tersampaikan seperti Si Manis Jembatan Ancol dan Janda Kembang adalah contoh perempuan di Negara kita sekarang.


Daftar Pusaka :
Detik . com 08 Mei 2013.
Mazzarella, Cuture, Globalization, and mediation 2004,-367 by Published Departement of Anthropology, Univesuty of Chicago,
Michel Foucault (1980) Power Knowledge , New York by Published Pantheon
Stuard Hall Media, and Language( 1980) 23-30 by Published Ohio Departement of Sosiologhy, USE.

Notes : kemerdekaan Indonesia ini lebih didominasi 60% oleh pemikiran dan 40% oleh peperangan. Maka membacalah, semua pemimpin adalah pembaca. Namun tidak semua pembaca menjadi pemimpin(Ali Hasyiem)

0 komentar:

Posting Komentar